Februari 23, 2009

PEMASARAN DENGAN STRATEGI MULTI LEVEL MARKETING

Oleh: Burhanudin

Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra

ABSTRACT

Multi level marketing (MLM) or network marketing is a direct marketing to consumer face to face by a line developed by free distributor. They assume as distributor of multi level marketing business means that they same as common sales or salesperson. Here it like to describe on multi level marketing strategy shortly, what multi level marketing is, its operation, advantages and disadvantages. In fact, it is an alternative for institution in marketing its product and/or service, in other words, it is also apportunities for employment. Who have to own high motivation in entrepreneurship. Finally when you run the business profesionaly it will relatively provide highest benefit.

Keywords: multi level marketing, advantages & disadvantages

PENDAHULUAN

Salah satu kegiatan perusahaan yang paling penting adalah pemasaran. Pemasaran dapat dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan, dan menyerahkan produk kepada customers dan businesses. Pemasaran sering juga disebut sebagai seni menjual produk/the art of selling products (Kotler, 2003). Pemasaran merupakan fungsi atau kegiatan yang langsung berhubungan dengan lingkungan eksternal. Karena pemasaran memiliki peran penting dalam kelangsungan hidup perusahaan, maka pemasar perlu mengembangkan strategi. Strategi dapat didefinisikan sebagai intends to do (Tjiptono, 1997). Salah satu strategi pemasaran yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan adalah strategi multi level marketing (MLM).

Multi level marketing telah berkembang di Inggris dan Amerika, serta merupakan salah satu strategi yang dianggap penting dalam pemasaran. Orang-orang di kedua negara tersebut pada umumnya bekerja paruh waktu sebagai distributor atau menjadi anggota perusahaan multi level marketing. Di Amerika bisnis ini merupakan bisnis multinasional yang melibatkan jutaan orang dengan berbagai macam latar belakang dan omsetnya mencapai trilyunan rupiah.

Ketika mulai dikenalkan di Indonesia, perusahaan yang menawarkan produknya melalui pemasaran berjenjang/MLM ini mendapat sambutan yang cukup luar biasa. Banyak orang dengan berbagai latar belakang atau profesi, seperti ibu rumah tangga, perawat, dokter, mahasiswa/pelajar, wiraswastawan, dosen, karyawan BUMN, PNS, karyawan swasta dan sebagainya, bergabung menjadi anggota/distributor perusahaan MLM. Sebagian dari mereka yang menjadi distributor dan menjalankan bisnis ini secara profesional atau benar, berhasil meraih kesuksesan dengan mendapatkan berbagai bonus dan passive income dari perusahaan MLM. Akan tetapi tidak sedikit pula yang gagal dan kemudian mengundurkan diri sebagai distributor, karena tidak menjalankan bisnis ini dengan benar dan belum memahami benar cara kerja MLM.

Banyak produk sekarang ini dipasarkan dengan strategi MLM. Dalam kondisi krisis ekonomi, strategi ini menjadi semakin populer dan perusahaan-perusahaan yang menggunakan straegi ini berhasil meraih keuntungan yang besar (Kartajaya, 1998). Keberhasilan PT. Amway Indonesia dari Amerika Serikat, PT. Centra Nusa Insan cemerlang (CNI), Lippo group dengan produknya arisan Lippo, Tiens dari RRC dengan produk suplemen kesehatan, kemudian disusul IFA dari Indonesia dengan produknya footwear, karena strategi MLM.

Salah satu dampak krisis ekonomi adalah terjadinya kesulitan likuiditas perusahaan dan adanya penurunan daya beli masyarakat/konsumen. Kegiatan distribusi konvensional dan promosi juga terganggu, karena biayanya menjadi lebih tinggi. Dalam kondisi krisis ekonomi ini, upaya perusahaan antara lain adalah melakukan efisiensi termasuk efisiensi dalam kegiatan distribusi dan periklanan, serta berusaha menjaga agar tetap dekat dengan konsumen. Untuk dapat menjalankan kedua fungsi tersebut, salah satu alternatif strategi yang dapat digunakan oleh perusahaan adalah MLM. Strategi ini menjadi lebih berarti, karena dapat berfungsi untuk kedua hal tersebut (Kartajaya, 1998).

Strategi MLM seperti yang dilakukan oleh beberapa perusahaan di banyak negara berhasil tumbuh dan berkembang meskipun dalam kondisi krisis. Tiens Group yang berkantor pusat di Henderson Centre Beijing misalnya, telah memiliki jaringan distributor dan mendaftarkan mereknya paling tidak di 180 negara, termasuk di Indonesia serta memiliki kantor cabang di 36 negara. Dengan mengadopsi sistem network marketing pada tahun 1995, perusahaan ini berhasil meningkatkan omset penjualannya dari 630 juta Yuan tahun 1996 menjadi 2.12 milyar Yuan pada tahun 1997. Ada dua keuntungan dari strategi ini, yaitu memotong pola distribusi konvensional yang membebani lebih dari 25% dari harga jual dan meningkatkan komunikasi personal. Hal tersebut diperlukan pada saat daya beli masyarakat menurun akibat krisis ekonomi dan kebutuhan arus kas perusahaan mendesak.

Pemasaran dengan strategi MLM memiliki daya tarik tersendiri. Menurut Shindunata yang dikutip oleh Palupi (1998: 64), faktor-faktor yang menjadi daya tarik tersebut antara lain pasar yang prospektif, investasi yang relatif rendah, biaya promosi yang rendah, dan mekanisme kerja yang tergolong sederhana. Faktor lain yang menjadi daya tarik dari bisnis ini adalah tidak membutuhkan modal yang begitu besar, waktu fleksibel/bisa dikendalikan sendiri, banyak berhubungan dengan konsumen, dan resiko yang relatif kecil.

Berbeda dengan bisnis konvensional yang membutuhkan modal relatif besar, tempat, lokasi usaha, waktu yang sudah ditentukan, harus memiliki skill/keahlian, dan bisnis ini ibarat mengayuh sepeda, ketika berhenti mengayuh maka berhenti pula pendapatan kita (“Kabar Kampus”, 1999: 3). Faktor-faktor tersebut kiranya sesuai dan tepat dalam kondisi krisis karena relatif efisien.

Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa bisnis MLM sebagai pekerjaan sampingan, sehingga jarang yang meraih kesuksesan atau kecewa karena hanya mengejar keuntungan materi saja dan kurang memperhatikan konsumen dalam jangka panjang. Padahal bisnis ini apabila dijalankan secara profesional dan dengan cara yang benar, tidak jarang akan mendatangkan keuntungan yang relatif besar (“Kabar Kampus”, 1999: 3). Tulisan ini mencoba memberikan sedikit gambaran tentang cara kerja pemasaran dengan strategi multi level marketing.

PENGERTIAN MULTI LEVEL MARKETING

Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa pengertian multi level marketing (MLM) identik atau sama dengan sales atau tenaga penjual pada umunya, padahal keduanya berbeda. Sales hanya akan mendapatkan satu keuntungan saja, sedangkan MLM akan mendapatkan keuntungan ganda berupa bonus, seperti bonus eceran, bonus prestasi dan bonus perkembangan, potongan harga, dan incentive-incentive lainnya. Salesman konvensional mendapatkan motivasi dari berbagai macam training yang diselenggarakan perusahaan, sedangkan para networker memiliki komunitas yang lebih solid dan sistem pemberdayaan yang lebih canggih. Para upline membuat suatu kelompok dan bertindak sebagai pembimbing downline. Mereka membuat pertemuan-pertemuan reguler, yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan morivasi bagi para anggotan MLM (Dewi, 2004).

Strategi MLM adalah suatu cara atau metode yang dirancang oleh perusahaan untuk menawarkan suatu produk dan menciptakan hubungan yang saling menguntungkan, dengan jalan melaksanakan penjualan secara langsung kepada konsumen melalui suatu jaringan yang dikembangkan oleh para distributor lepas. MLM disebut juga dengan network marketing, yang intinya adalah membentuk jaringan bisnis atau pemasaran dan membagi-bagi keuntungan bersama (“Surya”, 1994: 7). Perusahaan yang menggunakan strategi MLM akan mendistribusikan produk-produknya melalui sebuah jaringan yang terdiri dari para pelaku bisnis independent di seluruh dunia secara bebas (Valentine, 2003).

Tugas utama para distributor perusahaan MLM relatif sederhana yaitu menjual produk secara langsung kepada konsumen dan mencari teman atau anggota baru agar ikut bergabung dan bersedia memasarkan produk-produk perusahaan. Untuk dapat meraih kesuksesan dalam sistem ini setiap distributor harus bekerja keras menjual produk-produk perusahaan kepada konsumen dan mencari mitra kerja untuk melakukan hal yang sama sebanyak-banyaknya, sehingga mempunyai jaringan yang luas.

Penghasilan mereka diperoleh dari laba grosir, laba eceran, dan persentase dari volume penjualan total kelompok atau jaringan yang berhasil dibentuk. Keunggulan metode ini adalah ketika mereka menjadi anggota pasif masih memungkinkan untuk mendapatkan penghasilan atau bonus (passive income) asal dapat mensponsori anggota sebanyak mungkin. Mereka yang berprestasi tinggi akan mendapatkan penghasilan yang tinggi pula.

PERSYARATAN DALAM MULTI LEVEL MARKETING

Perusahaan yang ingin memasarkan produknya dengan strategi MLM sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut:

1. Produk yang ditawarkan bersifat khas. Produk yang dijual sebaiknya memiliki atribut-atirbut yang unik atau sifat yang berbeda dengan produk lain sejenis dan belum ada di pasaran. Produk berbeda dengan yang sudah ada, baik manfaat maupun atribut-atibutnya. Produk memiliki keunikan atau ciri-ciri tertentu yang bisa dibedakan dengan produk lain. Produk tidak dijual langsung di toko-toko atau pasar tradisional, tetapi dijual melalui tahapan-tahapan berjenjang yang dibentuk oleh distributor. Produk biasanya dijual melalui stockist-stockits atau depot-depot tertentu yang sudah mendapat ijin dari perusahaan. Konsumen yang ingin membeli produk tersebut, harus lewat distributor atau menjadi anggota MLM terlebih dahulu.

2. Bersifat eksklusif. Konsumen yang menggunakan produk tersebut merasa mendapatkan nilai lebih dibandingkan menggunakan produk lain yang sejenis. Konsumen merasa dihargai karena diperlakukan secara khusus oleh para distributor yaitu dengan pendekatan personal.

3. Kebal terhadap fluktuasi ekonomi. Produk yang ditawarkan oleh perusahaan MLM hendaknya kebal terhadap krisis atau resesi ekonomi seperti sekarang ini. Pada saat perusahaan-perusahaan lain menaikkan harga karena dampak krisis ekonomi, maka produk-produk yang dijual dengan strategi MLM sebaiknya tidak terlalu menaikkan harga atau justru dijual dengan harga dibawah harga dari produk-produk lain yang sejenis. Misalnya perusahaan Amway Indonesia (AI) dan PT. CNI hanya menaikkan harga sekitar 40%, sedangkan PT. Avon Indonesia meanaikkan harga berkisar antara 5% sampai dengan 10%. Mereka berusaha untuk tidak bereaksi terhadap fluktuasi harga, sehingga harga produk relatif terjangkau oleh konsumen (Palupi, 1998: 65).

4. Mempunyai diferensiasi yang mencolok. Diferensiasi merupakan usaha untuk membedakan produk perusahaan dari produk pesaing dalam suatu sifat yang membuatnya lebih diinginkan, serta memiliki karakteristik unik yang dianggap bernilai bagi konsumen. Sebuah produk dapat diferensiasikan dengan banyak cara, misalnya dengan rancangannya yang unik, kemasannya yang unik dan mereknya yang unik (Madura, 2001; Hitt, Ireland & Hoskisson, 2001). Perusahaan yang menggunakan strategi MLM sebaiknya menawarkan produk yang dapat dibedakan dengan produk-produk pesaing yang ada di pasaran. Bentuk diferensiasi yang dilakukan oleh Tianshi misalnya, telah mengembangkan riset dan teknologi dengan membangun pusat penelitian dan laboratorium untuk menggabungkan teknologi modern bidang biologi dengan inti perawatan kesehatan dalam kebudayaan Cina yang telah berusia 5000 tahun. Produk-produk unggulannya telah mendapatkan pengakuan internasional dan sertifikat dari FDA Amerika Serikat.

5. Kualitas produk terjamin. Perusahaan MLM sebaiknya selalu menjaga kualitas produk yang ditawarkannya, sebab sasaran produk MLM adalah konsumen kelas menengah ke atas yang sibuk dengan bekerja dan tidak banyak waktu untuk berbelanja di luar, serta menginginkan kualitas yang baik. Kinerja produk ini biasanya disertai kesaksian-kesaksian para penggunanya, untuk meyakinkan pada calon konsumen atau prospek bahwa kualitas produk MLM benar-benar terjamin dan sudah terbukti.

6. Harga relatif terjangkau. Di Indonesia kebanyakan produk-produk yang ditawarkan dengan strategi MLM adalah produk impor. Meskipun produk impor tetatpi harganya relatif murah daripada produk impor lain yang sejenis. Produk CNI misalnya 50% adalah produk impor dengan harga relatif murah, sisanya produk lokal.

7. Komitmen. Perusahaan yang menggunkanan strategi MLM hendaknya selalu komitmen sepanjang masa dalam menciptakan produk yang berkualitas, terutama dalam menjaga kepuasan konsumen. Untuk membangun sebuah komitmen menuju keunggulan adalah dengan menerapkan integritas/kejujuran pada pencapaian tindakan yang berkinerja tinggi. Kesuksesan dapat tercapai jika dibangun diatas pondasi kebenaran, kepercayaan, dan keadilan (Valentine, 2003).

Bagi mereka yang tertarik dan ingin bergabung menjadi distributor atau member perusahaan MLM, sebaiknya berhati-hati dalam memilih perusahaan, jangan sampai terjebak dengan sistem arisan berantai. Bagi mereka yang memiliki karir mentok dan ingin memanfaatkan peluang, maka bisnis MLM dapat dijadikan sebagai karir baru atau karir kedua (Hadi, 2000).

Bagi mereka yang ingin bergabung dengan perusahaan MLM perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) pilihlah perusahaan yang kondisinya baik. Carilah informasi sebanyak mungkin untuk meyakinkan Anda bahwa perusahaan yang Anda pilih kondisinya kuat dan mapan. Informasi tersebut dapat Anda peroleh melalui distributor yang sudah senior, konsumen pengguna produk, literatur-literatur bisnis, atau website; (b) perhatikan produk yang ditawarkan oleh perusahaan apakah cocok dengan Anda atau tidak. Maksudnya adalah apakah Anda mampu menjual produk dari perusahaan tersebut. Seringkali Anda merasa kesulitan menjual produk-produk perusahaan MLM, oleh sebab itu pelajari dahulu bagaimana cara atau strategi menjualnya sebelum Anda membuat keputusan untuk bergabung menjadi distributor perusahaan MLM; dan (c) memiliki motivasi yang kuat untuk berprestasi. Sebagai seorang distributor, Anda harus bekerja dan berusaha secara maksimal untuk menjual produk dan mencari prospect. Anda perlu memiliki jiwa wirausaha yang kuat dan memiliki need achievement yaqng tinggi. Penghasilan yang Anda terima ditentukan oleh prestasi yang berhasil Anda capai, prestasi Anda berarti penghasilan Anda.

CARA KERJA MULTI LEVEL MARKETING

Pada dasarnya cara kerja pemasaran dengan strategi MLM berorientasi pada prestasi dari setiap anggota atau distributornya. Para distributor dituntut untuk menjual produk sesuai target dan membangun jaringan seluas-luasnya. Adapun cara kerja pemasaran dengan strategi MLM adalah:

1. Pertama-tama Anda akan disponsori oleh seorang distributor perusahaan MLM. Sponsor Anda adalah distributor yang lebih dahulu bergabung dengan perusahaan MLM. Tugas Anda antara lain menjual produk-produk perusahaan MLM dan mencari mitra bisnis baru sebanyak mungkin untuk bergabung menjadi distributor, hingga membentuk suatu jaringan yang luas.

2. Membayar uang pangkal/pendaftaran. Untuk dapat didaftar sebagai anggota atau distributor, setiap orang diwajibkan membayar sejumlah uang yang sudah ditentukan besarnya. Uang pendaftaran ini biasanya akan diserahkan ke stockist terdekat bersamaan dengan formulir pendaftaran yang telah diisi oleh prospek atau calon distributor. Setelah membayar uang pangkal seorang distributor baru akan mendapatkan berbagai fasilitas misalnya buku pedoman, kartu anggota, literatur perusahaan, majalah, selebaran berkala, informasi produk, formulir-formulir pesanan, nasehat bisnis, dan contoh-contoh produk.

3. Menandatangani perjanjian atau kontrak. Seorang anggota/distributor yang sudah membayar sejumlah uang pangkal tadi, kemudian akan menandatangani suatu kontrak yang bersifat mengikat distributor dan perusahaan. Seorang distributor harus mematuhi berbagai peraturan yang sudah ditetapkan, sedangkan perusahaan berkewajiban untuk menyediakan produk, memberikan berbagai bonus atau komisi, memberikan layanan sebagaimana dijanjikan dalam marketing plan perusahaan, dan pedoman agar para distributor dapat menjalankan bisnisnya dengan benar. Setiap anggota berhak untuk mendapatkan produk-produk dari perusahaan dengan harga distributor atau harga grosir.

4. Melaksanakan aktivitas penjualan produk. Para distributor kemudian melakukan kegiatan menjual produk-produk perusahaan kepada konsumen. Sebagian besar penjualan langsung/direct selling ini merupakan personal selling/face to face, diawali dengan suatu rekomendasi atau pendekatan langsung. Para distributor biasanya memberikan penjelasan tentang produk-produk perusahaan dan meyakinkan akan manfaat, keunggulan, atau kualitas agar orang bersedia untuk membelinya.

5. Mengembangkan jaringan. Selain bertugas menjual produk secara langsung kepada konsumen, setiap distributor juga harus mengembangkan jaringan penjualan seluas-luasnya. Untuk dapat membangun jaringan, setiap distributor harus mencari prospek. Ada beberapa strategi untuk mendapatkan prospek, yaitu kembangkan jaringan Anda seluas-luasnya, jelajahi seluruh pasar, temui orang-orang tempat prospek bergantung, dan tampakkan diri Anda. Untuk membangun jaringan, Anda perlu memahami prospek Anda. Ada tiga strategi yang dapat dikembangkan yaitu masuklah ke dalam jiwa prospek Anda, pelajari bisnis prospek Anda, dan pahami risiko-risiko prospek Anda. Apabila Anda tidak mampu untuk memahami bisnis prospek Anda atau risiko-risiko mereka, maka Anda tidak mampu masuk ke dalam jiwa meraka (Cowper, Cowper, dan Haynes, 2002). Apabila distributor berhasil dalam mengembangkan jaringan, maka perusahaan akan memberikan berbagai imbalan dalam bentuk bonus, potongan harga, dan incentive-incentive lainnya. Strategi MLM bertumpu pada pengembangan jaringan, sehingga semakin banyak seorang distributor berhasil merekrut anggota baru maka penghasilan atau bonusnya semakin besar (Dewi, 2004).

Untuk meningkatkan prestasi atau motivasi para distributor, perusahaan secara berkala sebaiknya memberikan berbagai macam training, tambahan wawasan, ketrampilan membangun pribadi yang kuat, tangguh, dan handal dalam membina atau mengembangkan jaringan mereka. Beberapa perusahaan sudah memiliki program-program training atau sekolah bisnis yang akan memberikan support bagi para distributornya. Biasanya training ini diselenggarakan secara reguler dalam bentuk pertemuan-pertemuan atau seminar-seminar. Tiens group misalnya menyelenggarakan berbagai pertemuan dan seminar (support system) dalam bentuk OPP/Open Plan Presentation, NDT/Network Development Training, BS/Business Seminar dan sebagainya .

Dalam pertemuan tersebut para distributor dapat bertemu untuk berbagi pengalaman, mengulas atau mengevaluasi kembali hasil kerja mereka, dan memberikan petunjuk bagaimana cara membangun jaringan, siapa orang yang bisa diajak bekerjasama, dengan tujuan untuk memberikan motivasi atau semangat baru kepada para distributor yang belum berhasil. Dalam berbagai bentuk pertemuan atau seminar tersebut seringkali para distributor mengundang prospek, sebagai cara untuk merekrut calon anggota baru. Hal ini penting, sebab keberhasilan merekrut, melatih, dan memotivasi para distributor merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan perusahaan MLM (Palupi, 1998).

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN MULTI LEVEL MARKETING

Pemasaran dengan strategi MLM memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bisnis konvensional. Adapun keunggulan strategi MLM antara lain:

1. Memperkecil resiko kerugian finansial. Para distributor yang bergabung dengan perusahaan MLM tidak akan terbebani oleh kerugian finansial apabila produk yang mereka tawarkan tidak laku terjual.

2. Biaya promsi relatif rendah. Biaya promosi dilokasikan sebagai persentase diskon ytang diperoleh para distributor dan jaringannya atas volume penjualan mereka. Metode MLM ini cocok bagi perusahaan yang menginginkan saluran distribusi yang efektif dan menghemat biaya iklan.

3. Investasi relatif rendah. Dengan menggunakan strategi MLM tugas para distributor hanya mempertemukan antara pembeli dengan penjual. Tidak seperti bisnis konvensional dimana untuk memulai suatu usaha seorang produsen harus memiliki modal yang cukup besar sebagai salah satu syarat dalam mmemulai bisnisnya.

4. Mekanisme kerja relatif sederhana. Untuk dapat menjadi seorang distributor tidak perlu memasukkan lamaran kerja atau menyertakan sejumlah modal. Bagi mereka yang ingin bergabung dengan perusahaan MLM, cukup memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dan jiwa kewirausahaan yang tinggi pula. Dengan mekanisme kerja yang sederhana ini diharapkan dapat menarik orang untuk bergabung dengan perusahaan MLM.

5. Harga produk relatif terjangkau. Pada umumnya perusahaan yang menjual produknya dengan strategi MLM produk-produknya adalah produk impor, meskipun sudah ada beberapa perusahaan dalam negeri yang juga menggunakan strategi ini. Harga produk-produk yang ditawarkan relatif terjangkau dan memiliki kualitas yang tinggi dibandingkan dengan produk-produk lain yang sejenis.

6. Komunikasi antar pribadi/hubungan personal. Penjualan langsung yang dilakukan oleh para distributor dengan sentuhan-sentuhan pribadi mereka akan menimbulkan nilai sendiri bagi konsumen. Konsumen yang merasa puas dengan produk dan pelayanan distributor, diharapkan akan melakukan pembelian ulang dan menyebarkannya kepada orang lain. Hal ini akan meningkatkan image perusahaan di mata konsumen.

7. Tempat kerja atau aktivitas distributor tidak dibatasi oleh wilayah atau daerah. Setiap distributor dalam menjalankan aktivitasnya baik itu menjual produk atau mencari anggota baru, tidak dibatasi oleh daerah operasi, boleh dilakukan dimana saja.

8. Aktivitas distributor tidak dibatasi oleh waktu. Bagi distributor yang tidak sempat melaksanakan kegiatannya pada jam-jam normal/jam kerja, dapat melaksanakan aktivitasnya pada sore atau malam hari/di luar jam kerja mereka. Bahkan pertemuan-pertemuan antar anggota atau seminar-seminar dilaksanakan pada malam hari yang diharapkan tidak menggangu aktivitas di pagi atau siang hari. Jadi waktu kerjanya relatif luwes, tidak terikat oleh waktu, dan bisa diatur atau ditentukan sendiri oleh distributor.

9. Dapat dilakukan di rumah sendiri. Kelebihan lain dari strategi MLM adalah aktivitas distributor dapat dilakukan di rumahnya sendiri, sehingga lebih fleksibel karena tidak membutuhkan kantor seperti perusahaan pada umumnya.

10. Anggota distributor pasip masih bisa mendapatkan penghasilan/bonus. Berbeda dengan bisnis konvensional dimana apabila kita berhenti bekerja maka akan berhenti pula pendapatan kita. Pada bisnis MLM bagi anggota atau distributor yang pasip tidak melakukan aktivitas apapun, masih memungkinkan untuk dapat memperoleh penghasilan/bonus dengan syarat-syarat tertentu yang sudah ditetapkan oleh perusahaan MLM. Semakin banyak mensponsori anggota baru, maka semakin besar pula peluang untuk memperoleh pendapatan (“Kabar Kampus”, 1999: 3).

Beberapa keunggulan dari strategi MLM tersebut kiranya tepat dalam kondisi krisis ekonomi, karena cukup efisien. Maka tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa perusahaan yang memasarkan produknya dengan strategi ini memiliki prospek yang cerah, karena pasarnya potensial.

Disamping berbagai keunggulan tersebut, ternyata startegi MLM juga memiliki beberapa kelemahan atau kekurangan. Kelemahan strategi MLM tersebut antara lain:

1. Faktor distributor. Staretgi MLM ini bertumpu pada kekuatan distributornya, sehingga apabila terjadi sesuatu pada distributor maka strategi ini tidak akan berjalan. Misalnya saja seorang distributor tidak berhasil menjual produk atau menghentikan aktivitas dalam membangun jaringan, maka akan berakibat MLM menjadi lumpuh. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sebaiknya perusahaan perlu untuk selalu memberikan motivasi kepada para distributornya baik motivasi finansial maupun nonfinansial.

2. Faktor produk. Produk yang ditawarkan oleh perusahaan akan menentukan keberhasilan bisnis ini. Apabila produk yang ditawarkan sama dengan produk kebanyakan yang tersedia di pasaran, maka MLM tidak akan berjalan. Oleh sebab itu perusahaan sebaiknya menciptakan produk yang benar-benar berbeda/khas dan produk tersebut tidak dijumpai di pasaran, serta untuk mendapatkan produk tersebut hanya dilayani melalui MLM.

3. Dukungan infrastruktur. Kelemahan produk MLM bukan pada pola network marketingnya, tetapi terletak pada dukungan infrastruktur. Misalnya saja ketersediaan produk yang rawan, lambatnya penetrasi pasar, rapuhnya saluran distribusi, dan struktur harga yang harus mengakomodasikan dengan kepentingan jejaring (para up liner dan down liner yang panjang). Untuk itu perusahaan perlu mengimbangi dengan menawarkan produk eksklusif yang tidak ada di pasaran (“Swasembada”, 1998: 65).

4. Sikap masyarakat. Sikap sebagian masyarakat yang sering menolak apabila didatangi distributor merupakan kelemahan lain dari strategi ini. Oleh sebab itu para distributor sebaiknya jangan mudah atau putus asa. Para distributor perlu berusaha dan bekerja lebih keras lagi, sementara perusahaan juga perlu memberikan semangat, motivasi, bimbingan, pembinaan, dan memberikan berbagai alternatif solusi, agar para distributor dapat meraih sukses.

5. Keberatan membayar uang pangkal. Ada sebagian anggota masyarakat yang merasa keberatan membayar uang pangkal untuk menjadi anggota/distributor perusahaan MLM. Oleh sebab itu perusahaan/sponsor sebaiknya memberikan penjelasan mengapa calon anggota/distributor baru diwajibkan untuk membayar sejumlah uang pangkal dan untuk apa uang pangkal tersebut.

6. Selera konsumen. Pada umumnya produk-produk yang dijual dengan strategi MLM adalah produk impor, sehingga ada sebagian masyarakat atau konsumen yang tidak/kurang menyukai produk impor tersebut. Para distributor sebaiknya memberikan penjelasan yang positip mengenai keunggulan/kelebihan dari produk-produk tersebut jika dibandingkan dengan produk lain yang sejenis.

7. Jaringan pemasaran atau mata rantai paling bawah tidak mendapatkan apa-apa. Kelemahan lain dari strategi ini apabila seorang distributor berada pada tingkatan paling rendah, maka penghasilan yang mereka peroleh hanya dari hasil penjualan produk saja kepada konsumen karena tidak memiliki anggota/jaringan di bawahnya.

KESIMPULAN

Strategi multi level marketing (MLM) atau network marketing adalah suatu cara/metode yang dirancang oleh perusahaan untuk menawarkan suatu produk dan menciptakan hubungan yang saling menguntungkan, dengan jalan melaksanakan penjualan secara langsung kepada konsumen melalui suatu jaringan yang dikembangkan oleh para distributor lepas. Perusahaan yang ingin menggunakan strategi MLM perlu memperhatikan syarat-syarat dan cara kerja strategi MLM ini. Strategi ini dapat dijadikan sebagai alternatif bagi perusahaan dalam memasarkan produk-produknya kepada pasar sasaran/konsumen. Cara kerja strategi MLM ini relatif sederhana dan efisien daripada dengan pola distribusi konvensional.

Strategi MLM disamping memiliki berbagai keunggulan juga ada kelemahannya. Meskipun demikian MLM ini dapat dijadikan sebagai alternatif kegiatan atau bekerja dengan menjadi anggota distributor pada perusahaan MLM, terutama bagi mereka yang memiliki banyak waktu senggang, ingin bekerja paruh waktu, dan mereka yang ingin mendapatkan penghasilan tambahan. Bisnis ini apabila dijalankan dengan benar dan profesional akan mendatangkan keuntungan/penghasilan yang relatif besar.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Ika Jenita (2004),” Para penganut Multi Level Marketing: Sebuah Studi Eksploratori”, Antisipasi: Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 8, No. 2, Hal. 463-477

Cowper, David, Cowper Donald, dan Haynes Andrew (2002), Mega Selling Rahasia Seorang Penjual Ulung, Terjemahan, Jakarta: Erlangga

Hadi, Sugito (2000), Taktik Sukses Untuk Bisnis: Panduan Bagi Usahawan dan Manager, Yogyakarta: Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Konsultan Hukum SKHAPI

Hoskisson, Robert E., Ireland, R. Duane, dan Hitt Michael A. (2001), Manajemen Strategi & Daya Saing Perusahaan, Buki I, Terjemahan, Jakarta: Salemba Empat

Kartajaya, Hermawan (1998), “Menjaga MLM Tetap Berjaya”, Swasembada, Tahun XIV, Nomor 13, 25 Juni-8 Juli, Hal. 66

Kotler, Philip (2003), Marketing Management, Eleventh Edition, Upper Saddle River, New Jersey: Prenticem Hall, Inc.

Madura, Jeff (2001), Pengantar Bisnis, Buku 2, Terjemahan, Jakarta: Salemba Empat

Palupi, Dyah Hasto (1998), “ Untung Berjenjang Bebas Krisis”, Swasembada, Tahun XIV, Nomor 13, 25 Juni-8 Juli, Hal. 64-65

Saerang, Charles, “Manajemen Bisnis: Bisnis Dengan Risiko Kecil”, Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, 10 April

Tjiptono, Fandy (1997), Strategi Pemasaran, Edisi Kedua, Yogyakarta: Andi

Valentine, James Lee (2003), MLM Power: Pemberdayaan Pemasaran Berbasis Jaringan, Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer

-------------------- (1994), “Info Belanja”, Surya, Surabaya, 4 Juni

-------------------- (1999), “Pesona Pesona”, Kabar Kampus, Yogyakarta, 9 September

PRINSIP-PRINSIP DALAM PENJUALAN PERSONAL

Burhanudin

ABSTRAK

Penjualan personal merupakan salah satu strategi pemasaran yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi mengenai produk atau jasa secara langsung kepada konsumen. Personal selling memiliki peran penting, sehingga perusahaan perlu terus-menerus memberikan pelatihan terhadap salespersonnya. Setiap perusahaan menginginkan agar salesperson dapat bekerja secara efektif yaitu mencapai target penjualan yang ditetapkan. Agar salesperson dapat bekerja secara efektif, maka perlu memperhatikan prinsip-prinsip atau aspek-aspek dalam penjualan personal. Prinsip-prinsip dalam penjualan personal antara lain profesionalisme, keterampilam negosiasi, dan relationship marketing.

Keywords: Personal selling, profesionalisme, negosiasi, & relationship marketing

PENDAHULUAN

Dalam persaingan bisnis yang semakin ketat, setiap perusahaan dituntut untuk selalu meningkatkan kinerjanya agar dapat tetap bertahan/survive. Perusahaan tidak hanya dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang competitive sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen, tetapi juga dituntut untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan pihak-pihak terkait. Salah satu tugas di bidang pemasaran yang tidak kalah penting dengan bidang-bidang lainnya adalah bagaimana perusahaan akan menentukan bauran komunikasi pemasaran/marketing communications mix.

Bauran komunikasi pemasaran terdiri dari lima cara komunikasi yaitu: periklanan/advertising, promosi penjualan/sales promotion, hubungan masyarakat dan publisitas/public relation and publicity, penjualan personal/personal selling, dan pemasaran langsung dan tidak langsung/direct and direct marketing (Kotler, 2003). Dari kelima bauran komunikasi pemasaran tersebut, penjualan personal memegang peran yang penting karena dianggap memiliki kelebihan-kelebihan daripada alat-alat komunikasi lainnya. Beberapa perusahaan di Amerika Serikat mengeluarkan anggaran yang cukup besar setiap tahunnya untuk perjualan personal mereka. Untuk itu perusahaan sebaiknya mengelola penjualan personalnya secara efektif agar dapat memberikan kontribusi yang tinggi pada pencapaian kinerja perusahaan.

Bagi produk-produk tertentu lebih tepat atau efektif apabila dipasarkan melalui penjualan personal, misalnya asuransi, note book, rumah, mobil dan sebagainya. Penjualan personal merupakan kegiatan yang melibatkan interaksi secara langsung antara salesperson dengan pembeli potensial. Penjualan personal dapat dijadikan sebagai metode yang efektif karena: (1) komunikasi personal antara konsumen dan salesperson dapat meningkatkan keterlibatan/involvement konsumen dengan produk atau proses pengambilan keputusan; dan (2) situasi komunikasi yang interaktif memungkingkan salesperson untuk melakukan adaptasi terhadap informasi yang disajikan agar sesuai dengan kebutuhan konsumen (Peter dan Olson, 1996).

Menurut Kotler (2003) penjualan personal merupakan seni kuno, sehingga ilmu ini menghasilkan berbagai prinsip dan literatur. Salesperson yang efektif tidak hanya memiliki instinct, tetapi mereka juga harus terlatih dalam berbagai metode analisis dan customer management. Penjualan personal memiliki peran penting dalam keberhasilan penjualan perusahaan, untuk itu perusahaan perlu meningkatkan efektivitas salespersonnya. Agar salesperson dapat bekerja secara efektif, maka perlu memperhatikan prinsip-prinsip atau aspek-aspek dalam penjualan personal. Tulisan ini mencoba memberikan sedikit gambaran mengenai prinsip-prinsip penjualan personal yang terdiri dari profesionalisme, keterampilam negosiasi, dan relationship marketing.

PENGERTIAN PENJUALAN PERSONAL

Salah satu sarana komunikasi yang membawa pesan sesuai dengan kebutuhan dan keyakinan spesifik dari setiap konsumen adalah penjualan personal/personal selling (Spiro dan Weitz, 1990). Personal selling dapat digambarkan sebagai bentuk komunikasi dyadic communications yang melibatkan dua orang dalam proses komunikasi. Personal selling merupakan salah satu strategi pemasaran untuk mengkomunikasikan informasi tentang produk atau jasa secara langsung kepada konsumen (face-to-face). Personal selling merupakan bentuk interaksi secara langsung antara salesperson dengan konsumen atau pembeli potensial (Peter dan Olson, 1996).

Menurut Tjiptono (1997: 224), personal selling adalah bentuk komunikasi langsung antara produsen dan konsumen untuk mengenalkan produk kepada calon pelanggan, memberikan pemahaman, agar mereka mencoba dan bersedia membeli produknya. Sedangkan menurut Kotler (2003), personal selling adalah interaksi secara langsung antara penjual dengan satu atau lebih calon konsumen dengan melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesanan. Personal selling adalah salah satu sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik dan meyakinkan pada setiap konsumen (Spiro dan Weitz, 1990).

Dalam saluran komunikasi personal, melibatkan dua orang atau lebih, berkomunikasi dengan tatap muka, atau presentasi di hadapan sekelompok audience, sehingga umpan balik/feedback dan evaluasi mengenai pesan atau informasi dapat segera dilakukan. Personal selling memungkinkan untuk mencari pembeli atau membujuk konsumen, sehingga dapat membuka jalan untuk mencapai tujuan, memenuhi kebutuhan dan mendorong transaksi pembelian. Personal selling merupakan sarana efektif untuk membangun preferensi, keyakinan, dan tindakan pembelian (Kotler, 2003: 580).

Salah satu cara untuk mempertimbangkan tipe personal selling yaitu dengan menguji tipe konsumen yang dilayani melalui proses komunikasi dalam kegiatan-kegiatan (Fill, 1995): (1) performance network, meliputi penjualan yang dikembangkan melalui jaringan saluran khusus dengan reseller yang lain, kemudian penawaran dilakukan oleh anggota lain yang dekat dengan end user; (2) industrial, merupakan tipe penjualan dari business to business marketing; (3) profesional, merupakan tipe proses penjualan dengan ide-ide, selanjutnya diserahkan pada seorang penentu dan influencers; dan (4) consumer, adalah bentuk personal selling yang membutuhkan kontak dengan pedagang eceran dan user consumer.

Salespeople memegang peran penting dalam membentuk hubungan jangka panjang antara pembeli dan penjual, dengan membangun partnerships sebagai kunci dalam business-to-business customers. Peran salespeople mengalami beberapa tahap perkembangan, mulai dari era atau peran production, penjualan, marketing, dan saat ini sebagai partnering. Dalam peran sebagai partnering, salespeople harus dapat memahami kebutuhan konsumen dan meyakinkan bahwa produk atau jasa perusahaan dapat memuaskan kebutuhan mereka. Kesuksesan salespeople tergantung pada kemampuan untuk mengidentifikasi dan memuaskan konsumen (Szymanski, 1988). Perbedaan utama peran partnering dengan peran lainnya adalah bahwa, salespeople fokus pada komunikasi interpersonal, membangun dan memelihara hubungan dengan konsumen, dan unit analisisnya adalah pada team penjualan (Weitz dan Bradford, 1999).

Menurut Sutisna (2001), peran yang dapat dilakukan oleh personal selling adalah:

1. Menyampaikan pesan yang kompleks kepada konsumen potensial mengenai produk atau jasa dan kebijakan perusahaan.

2. Mengadaptasi penawaran atau daya tarik promosional produk untuk kebutuhan yang unik dan konsumen yang spesifik.

3. Membujuk konsumen bahwa produk atau jasa perusahaan lebih unggul daripada pesaing.

Sementara itu Burnett (1993), membagi tipe personal selling menjadi lima, yaitu:

1. Responsive selling. Salespeople bertugas untuk memenuhi permintaan konsumen. Dalam tipe ini biasanya salespeople mengadakan perjalanan dan menjumpai banyak pengecer.

2. Trade selling. Salespeople bertindak sebagai order taker (menerima pesanan), tetapi lebih fokus pada pelayanan.

3. Missionary selling. Tugas utamanya adalah mempromosikan produk baru, kadang-kadang melakukan order taker.

4. Technical selling. Salespeople menyelesaikan masalah konsumen dengan keahlian dan pengalamannya.

5. Creative selling. Biasanya berhubungan dengan produk, menangani masalah-masalah serius dan memberikan solusi terbaik.

Personal selling memiliki ciri-ciri khusus, yaitu: pertama, personal confrontation. Dalam penjualan personal terjadi interaksi yang hidup dan dilakukan secara langsung antara dua orang atau lebih. Kedua, adalah cultivation. Penjualan personal memungkinkan terjadinya hubungan yang berlanjut, dari hubungan transaksi menjadi hubungan persabahatan. Terakhir, yaitu response. Penjualan personal membuat konsumen merasa perlu untuk memperhatikan informasi dari salespeople (Kotler, 2003: 644).

Personal selling memiliki karakteristik yang berbeda dengan alat-alat promosi lainnya, sehingga memiliki beberapa keunggulan (Sutisna, 2001):

1. Personal selling melibatkan komunikasi secara langsung dengan konsumen potensial, sehingga lebih bisa membujuk daripada alat-alat promosi lain.

2. Proses komunikasi face-to-face menjadikan konsumen potensial lebih memperhatikan pesan dari komunikator.

3. Personal selling dapat mendesain cara penyampaian pesan yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi audience.

4. Dalam personal selling terjadi komunikasi dua arah, sehingga dapat memungkinkan adanya dialog interaktif antara salesperson dengan konsumen.

5. Personal selling lebih memungkinkan untuk menyampaikan pesan yang kompleks mengenai suatu produk yang tidak dapat disampaikan melalui iklan.

Di samping memiliki keunggulan, personal selling juga memiliki kelemahan yaitu hanya dapat menjangkau sedikit konsumen potensial dan relatif mahal. Kelemahan lainnya adalah sulitnya mendapatkan salesperson yang memiliki kualifikasi sesuai kebutuhan perusahaan. Oleh sebab itu kegiatan personal selling perlu direncanakan secara matang proses yang bertahap, atau digunakan untuk mendukung metode promosi yang lain.

Menurut Peter dan Olson (1996), personal selling merupakan salah satu strategi pemasaran yang sangat berpengaruh, karena dua alasan: (1) komunikasi personal yang dilakukan oleh salesperson dapat meningkatkan keterlibatan konsumen terhadap produk atau proses pembuatan keputusan; dan (2) situasi komunikasi yang interaktif memungkinkan salesperson menyesuaikan presentasinya pada kebutuhan informasi dari setiap pembeli potensial. Salespeople dapat meningkatkan penjualan dengan memenuhi keinginan konsumen (Szymansky, 1988).

PRINSIP-PRINSIP PENJUALAN PERSONAL

Profesionalisme

Kotler (2003) membagi tiga prinsip utama penjualan personal yaitu profesionalisme, keterampilan negosiasi, dan relationship marketing. Prinsip atau aspek pertama yang perlu diperhatikan dalam penjualan personal adalah profesionalisme. Globalisasi dan persaingan menuntut setiap salesperson untuk meningkatkan profesionalisme di bidangnya. Beberapa perusahaan cukup perhatian untuk meningkatkan profesionalisme salespersonnya melalui berbagai training mengenai seni menjual dengan anggaran yang cukup tinggi. Seorang salesperson tidak hanya dituntut untuk menjadi penerima pesanan yang pasip tetapi menjadi pencari pesanan yang aktif.

Ada dua pendekatan dalam program training untuk mengubah salesperson menjadi pencari pesanan yang aktif yaitu sales oriented approach dan customer oriented approach. Pendekatan pertama melatih salesperson untuk melakukan teknik-teknik penjualan bertekanan tinggi/high pressure selling techniques. Sedangkan pendekatan yang berorientasi pelanggan/customer memberikan pelatihan kepada salesperson bagaimana cara memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh pelanggan. Pendekatan ini fokus pada keahlian salesperson untuk menganalisis kebutuhan pelanggan. Tidak ada pendekatan yang terbaik dalam segala situasi, tetapi pada umumnya program training salesperson diarahkan pada langkah-langkah utama dalam proses penjualan yang efektif.

Adapun langkah-langkah untuk melakukan penjualan efektif adalah: (1) mengidentifikasi calon pelanggan dan kualifikasinya; (2) melakukan pendekatan awal/preapproach, untuk mengetahui kebutuhan, keinginan, siapa yang mengambil keputusan pembelian, karakteristik konsumen, dan gaya pembeliannya; (3) melakukan pendekatan kepada calon pelanggan, untuk membina hubungan awal yang baik dengan mereka; (4) presentasi dan demonstrasi, yaitu salesperson memberikan penjelasan tentang keunggulan atau keistimewaan produk kepada konsumen; (5) mengatasi penolakan pelanggan; (6) menutup penjualan/closing; dan (7) follow up dan pemeliharan, untuk mengetahui kepuasan pelanggan dan kelanjutan bisnisnya.

Perusahaan yang ingin sukses dalam membina salespersonnya sebaiknya melakukan program pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan secara efektif. Banyak salesperson yang belum dapat melakukan tugasnya secara efektif dan sering gagal atau ditolak sebelum melakukan presentasi penjualan. Efektivitas salesperson ditentukan oleh tercapai tidaknya target penjualan yang sudah ditentukan oleh perusahaan (Sutisna, 2002). Agar tujuan perusahaan dapat tercapai, maka salesperson sebaiknya memahami langkah-langkah utama dalam penjualan secara efektif.

Sementara itu menurut Churchill, Ford, dan Walker yang dikutip oleh Sutisna (2002), langkah-langkah dalam proses penjulan personal terdiri dari prospecting for customers, opening the relationship, qualifying the prospect, presenting the sales massage, closing the sale, dan servicing the account. Berkaitan dengan langkah-langkah tersebut, maka penjualan personal merupakan suatu proses yang perlu direncanakan secara matang agar target perusahaan dapat tercapai, dan biaya-biaya dapat dikendalikan.

Negosiasi

Negosiasi merupakan salah satu aspek penting dalam penjualan personal. Dalam negosiasi kedua pihak yaitu penjual dan pembeli membuat kesepakatan tentang harga, kuantitas, dan syarat-syarat lainnya. Dalam negosiasi kedua pihak dapat saling tawar-menawar untuk membuat suatu kesepakatan. Oleh sebab itu salesperson perlu untuk memiliki keahlian dalam bernegosiasi. Dalam kondisi dan situasi tertentu negosiasi merupakan kegiatan yang tepat menutup penjualan, terutama ketika sudah ada zona kesepakatan/zone of agreement. Zona kesepakatan ini terjadi ketika hasil-hasil perundingan sudah dapat diterima oleh kedua pihak baik pembeli maupun penjual.

Agar negosiasi sukses maka dibutuhkan strategi. Strategi negosiasi adalah suatu komitmen terhadap pendekatan yang menyeluruh yang berpeluang untuk mencapai tujuan perundingan. Beberapa salesperson ada yang menggunakan strategi keras/hard sementara yang lain menggunakan strategi lunak/soft. Fisher dan Willian yang dikutip oleh Kotler (2003), memberikan strategi lain dalam negosiasi yang disebut dengan negosiasi berprinsip/principled negotiation:

1. Pisahkan orang dari masalah/separate the people from the problem.

2. Fokus pada kepentingan bukan pada posisi/focus on interest, not positions.

3. Tentukan pilihan yang saling menguntungkan kedua pihak/invent options for mutual gain.

4. Berpedoman pada kriteria yang objektif/insist on objective criteria.

Dalam penjualan personal, salespeson juga perlu untuk menggunakan berbagai taktik ketika bernegosiasi. Taknik perundingan/bargaining tactics adalah manuver yang dibuat pada titik-titik tertentu selama proses perundingan. Berbagai taktik dapat dijadikan sebagai alternatif dalam perundingan. Salah satu taktik terbaik apabila pihak lawan lebih kuat dalam perundingan adalah BATNA (best alternative to a negotiated agreement). Taktik tersebut bertujuan untuk melindungi perusahaan dari kesepakatan yang cenderung merugikan. Apabila pihak lain menggunakan taktik tekanan/ancaman untuk mencapai kesepakatan, maka berdasarkan BATNA salesperson sebaiknya bertahan atau untuk sementara waktu menghentikan negosiasi sampai pihak lain menghentikan penggunaan taktik tersebut.

Relationship Marketing

Persaingan di dunia bisnis yang semakin ketat dan pengaruh globalisasi, menuntut setiap perusahaan untuk mulai mengembangkan relationship marketing sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka. Dalam penjualan personal, salesperson tidak hanya dituntut untuk dapat melakukan penjualan secara efektif dan bernegosiasi, tetapi juga membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dengan konsumen. Hubungan jangka panjang tersebut sebaiknya dilakukan tidak hanya dengan customer, tetapi juga dengan supplier, dan pihak-pihak yang berkaitan dengan bisnis perusahaan.

Maksud dan arti relationship marketing menurut Berry adalah untuk menarik, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan. Definisi ini mengandung arti bahwa menarik pelanggan baru merupakan langkah ‘antara’ dalam proses pemasaran, sedangkan memelihara dan meningkatkan hubungan merupakan proses mengubah agar konsumen menjadi loyal, serta melayani pelanggan adalah bagian terpenting dalam kegiatan pemasaran. Menurut Berry dan Gronroos, relationship marketing adalah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk membangun, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan pihak-pihak lain yang terkait, untuk mendapatkan laba, sehingga tujuan masing-masing pihak dapat terpenuhi secara memuaskan (Sutarso, 2003).

Relationship marketing diharapkan dapat memberikan manfaat dan nilai yang saling menguntungkan dari hubungan jangka panjang yang dilakukan antara perusahaan dengan konsumen. Bentuk aktivitas relationship marketing bermacam-macam tergantung dari jenis penawaran perusahaan, seperti goods, services, information, places, persons, ideas, dan sebagainya (Kotler, 2003). Masing-masing penawaran tersebut akan berpengaruh terhadap bentuk aktivitas relationship marketing yang akan dilakukan oleh perusahaan.

Tujuan khusus relationship marketing adalah: (1) merancang hubungan jangka panjang dengan konsumen/pelanggan untuk meningkatkan nilai bagi kedua pihak; dan (2) memperluas ide hubungan jangka panjang menjadi kerjasama horisontal maupun vertikal secara partnership. Hubungan jangka panjang ini dilakukan dengan supplier, pelanggan, distributor, serta dalam situasi dan kondisi tertentu dapat juga dengan pesaing (Sutarso, 2003). Menurut Goni yang dikutip oleh Kussudyarsana (2003), dalam relationship marketing perusahaan sebaiknya lebih mengutamakan hubungan jangka panjang dengan konsumen, dimana konsumen adalah mitra bisnis bukan sebagai objek semata.

Menurut Aaker (2001), ada tiga elemen kunci dalam proses relationship marketing yaitu: (1) mengidentifikasi dan membangun databasse konsumen dan konsumen potensial yang mencakup data demografi, lifestyle, dan informasi pembelian; (2) menyampaikan pesan yang berbeda kepada konsumen melalui media yang didasarkan pada karakteristik dan preferences konsumen; dan (3) menggali informasi setiap hubungan dengan konsumen untuk memonitor biaya guna mendapatkan pelanggan dan gaya hidup dari pembelian yang dilakukan.

Sementara itu manfaat yang didapat oleh konsumen dengan adanya relationship marketing antara lain social benefit dan manfaat ekonomi. Manfaat ini social benefit mencakup perasaan saling kenal/familiarity, pemahaman secara personal/personal recognition, persahabatan, rapport, dukungan sosial/social support, menikmati hubungan pertemanan, dan meluangkan waktu dengan teman. Sedangkan manfaat ekonomi, konsumen akan mendapatkan harga yang berbeda dengan konsumen biasa. Manfaat lain dari relationship marketing adalah keamanan dan fungsional. Manfaat fungsional meliputi penghematan waktu/time saving, kemudahan/convenience, nasehat/advice, dan pengambilan keputusan lebih baik/better purchase decision (Kussudyarsana, 2003).

Relationship marketing menjadi penting bagi perusahaan yang ingin membangun customer relationship yang menghasilkan return positif sebagai dampak dari kepuasan, loyalitas, word of mouth, dan pembelian. Konsumen yang puas adalah konsumen yang mendapatkan value yang tinggi dari perusahaan, dan mereka cenderung berperilaku yang menguntungkan bagi perusahaan. Konsumen yang loyal akan meningkatkan pendapatan bagi perusahaan, menurunkan customer turn over, menurunkan biaya layanan, dan kadang-kadang memicu munculnya bisnis baru. Konsumen yang loyal biasanya mereka yang puas. Peran salesperson akan menentukan kepuasan seorang konsumen. Untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen dibutuhkan kemampuan untuk memahami kebutuhan konsumen dan kemampuan untuk melayani kebutuhan tersebut secara baik dan konsisten. Oleh sebab itu perusahaan perlu mengubah dari hubungan transaksional menjadi relationship marketing (Kussudyarsana, 2003). Apabila relationship marketing diterapkan dengan tepat, maka perusahaan akan mulai fokus pada pengelolaan pelanggan, seperti halnya perhatian perusahaan pada pengelolaan produk.

Relationship marketing berdasarkan pada suatu asumsi bahwa para pelanggan penting melakukan perhatian yang terpusat dan terus-menerus. Salesperson yang bekerjasama dengan pelanggan-pelanggan penting sebaiknya selalu menjalin hubungan dengan mereka. Meskipun relationship marketing merupakan hal yang penting bagi perusahaan, tetapi tidak efektif untuk semua situasi. Oleh sebab itu perusahaan perlu menilai segmen dan pelanggan mana yang akan merespon relationship marketing secara menguntungkan (Kotler, 2003).

KESIMPULAN

Personal selling merupakan salah satu aspek penting dalam program promotion mix. Sales personnel berperan sebagai penghubung antara perusahaan dengan konsumen. Personal selling adalah bentuk interaksi secara langsung antara penjual dengan satu atau lebih calon konsumen dengan melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesanan. Ciri-ciri khusus personal selling yaitu personal confrontation, cultivation, dan response. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam penjualan personal antara lain profesionalisme, negosiasi, dan relationship marketing.

Untuk meningkatkan profesionalisme salesperson, perusahaan biasanya melakukan berbagai program pelatihan yang bertujuan agar salesperson dapat melakukan langkah-langkah penjualan secara efektif. Efektivitas salesperson ditentukan oleh tercapai atau tidak target penjualan yang sudah ditentukan oleh perusahaan. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam menyelenggarakan program pelatihan yaitu sales oriented approach dan customer oriented approach.

Negosiasi merupakan kesepakatan antara pembeli dan penjual untuk menentukan harga, kuantitas, dan syarat-syarat lainnya. Salesperson perlu memiliki keahlian dalam bernegosiasi. Agar negosaiasi berlangsung secara efektif, maka salesperson perlu menggunakan strategi dan taktik. Strategi yang dapat digunakan dalam bernegosiasi antara lain strategi keras dan strategi lunak, sedangkan taktik yang dapat digunakan adalah best alternative to a negotiated agreement.

Sementara itu relationship marketing adalah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk membangun, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan pihak-pihak lain yang terkait, untuk mendapatkan laba, sehingga tujuan masing-masing pihak dapat terpenuhi secara memuaskan. Dalam relationship marketing perusahaan sebaiknya fokus pada hubungan jangka panjang dengan konsumen, dimana konsumen adalah mitra bisnis bukan sebagai objek bisnis semata. Banyak manfaat yang didapat baik oleh perusahaan maupun konsumen dengan adanya relationship marketing. Oleh sebab itu perusahaan perlu mengubah dari hubungan transaksional menjadi relationship marketing.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A., Kumar V., dan Day, George S. (2001), Marketing Research, 7th ed., New York: John Wiley & Sons, Inc.

Burnett, John, J. (1993), Promotions Management, Houghton Mifflin Company Boston

Fill, Chris (1995), Marketing Communications, Prentice Hall: Singapura

Kotler, Philip (2003), Marketing Management, 11th ed., Upper Saddle, NJ: Prentice-Hall, Inc.

Kussudyarsana (2003), “Dampak dan Manfaat Hubungan antara Pelanggan dengan Customer Contact Employee”, Tesis, Program Pascasarjana UGM: Yogyakarta

Peter, J. Paul, dan Olson, Jerry C. (1996), Consumer Behavior And Marketing Strategy, 4th ed., Irwin

Spiro, R.L. dan B.A. Weitz (1990), “Adaptive Selling: Conceptualization Measurement and Nomological Validity,” Journal of Marketing Research, Vol. XXVII, pp. 61-69

Sutarso, Yudi (2003), “Pengaruh Aktivitas Relationship Marketing dan Komitmen Organisasional pada Perilaku Keanggotaan Dalam Organisasi Kemahasiswaan”, Tesis, Program Pascasarjana UGM: Yogyakarta

Sutisna (2001), Perilaku Konsumen & Komunikasi Pemasaran, Bandung: Remaja Rosdakarya

Szymanski, David M. (1988), “Determinants of Selling Effectiveness: The Importance of Declarative Knowledge to the Personal Selling Concept,” Journal of Marketing, Vol. 52, pp. 64-77

Tjiptono, Fandy (1997), Strategi Pemasaran, Yogyakarta: Andi

Weitz, Barton A, dan Bradford, Kevin D. (1999), “Personal Selling and Sales Management: A Relationship Marketing Perspective,” Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 27, pp. 241-254

Pengikut