Oleh: Burhanudin
Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra
INTISARI
Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah kompensasi. Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa atas kerja mereka di organisasi. Jenis-jenis kompensasi terdiri dari kompensasi langsung dan tidak langsung. Tujuan pemberian kompensasi antara lain untuk menarik, mempertahankan, dan memotivasi karyawan agar berprestasi. Kepuasan terhadap kompensasi ditentukan oleh keadilan kompensasi, tingkat kompensasi, dan praktik-praktik administrasi kompensasi. Kompensasi dapat digunakan sebagai cara untuk membangun kepuasan kerja karyawan. Agar dapat memberikan kepuasan kerja, proses penentuan kompensasi perlu memperhatikan syarat keadilan dan kelayakan. Keadilan internal dapat dilakukan melalui evaluasi pekerjaan, sedangkan keadilan eksternal dilakukan derngan survei upah/gaji.
Keywords: kompensasi dan kepuasan kerja.
PENDAHULUAN
Kompensasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja seorang karyawan. Setiap organisasi sebaiknya berupaya untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawannya dengan memberikan program kompensasi yang adil dan layak serta kompetitif. Menurut Madura (2001) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja antara lain program kompensasi yang adil dan layak, keamanan pekerjaan, jadwal kerja yang fleksibel, dan program keterlibatan karyawan. Kepuasan terhadap kompensasi ditentukan oleh keadilan kompensasi, tingkat kompensasi, dan praktik-praktik administrasi kompensasi. Kepuasan terhadap kompensasi juga berkaitan dengan perputaran karyawan/turnover dan ketidakhadiran/absenteeism.
Kepuasan kerja yang tinggi diharapkan membuat karyawan menjadi semakin setia kepada organisasi, semakin termotivasi dalam bekerja, merasa senang dalam bekerja, dan pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas. Karyawan yang tidak puas cenderung menghindar dari tugas dan tanggungjawab, yang akan mengganggu proses pencapaian tujuan organisasi. Karyawan yang tidak puas seringkali menghindari pekerjaan dan lebih besar kemungkinan untuk mengundurkan diri. Karyawan yang puas memiliki kesehatan yang lebih baik, usia yang lebih panjang, dan kepuasan kerja tersebut akan dibawa ke luar dari organisasi. Ada semacam suatu keyakinan bagi sebagian manager, bahwa karyawan yang puas cenderung lebih produktif dibandingkan karyawan yang tidak puas (Robbins, 1996). Meskipun hubungan kepuasan kerja dengan produktivitas masih menjadi kontroversi, kepuasan masih dianggap sebagai variabel penting yang perlu mendapatkan perhatian baik dari manager maupun peneliti.
Sebagian besar manager beranggapan bahwa kompensasi adalah faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja seorang karyawan. Pada kondisi tertentu pendapat ini bisa diterima, apalagi jika dikaitkan dengan banyaknya pekerja yang mengadakan unjuk rasa untuk menuntut perbaikan atas gaji/upah mereka. Banyak organisasi yang memberikan kompensasi tinggi, tetapi tidak selalu membuat karyawan menjadi puas. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat kompensasi yang diterima karyawan, tetapi oleh faktor-faktor lain.
Kompensasi seringkali menjadi pemicu ketidakpuasan karyawan. Berdasarkan hasil riset Caugemi dan Claypool yang dikutip oleh As’ad (2000), menemukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan kerja adalah penghargaan, pujian, prestasi, dan kenaikan jabatan, sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan adalah supervisor, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan gaji. Menurut Siagian (1997) organisasi sebaiknya dapat membuat suatu sistem kompensasi yang dapat mendorong adanya kepuasan kerja bagi karyawannya, yang pada gilirannya akan membentuk sikap positip dan produktif.
KOMPENSASI
Salah satu tugas manajemen personalia/sumberdaya manusia yang paling sulit, penting, dan kompleks adalah penentuan kompensasi. Kompensasi merupakan hal yang penting baik bagi organisasi/perusahaan maupun bagi karyawan. Bagi organisasi kompensasi memiliki berbagai macam tujuan antara lain untuk menarik calon karyawan agar bergabung ke dalam organisasi, memotivasi karyawan, dan meningkatkan kepuasan kerja. Sedangkan bagi karyawan kompensasi merupakan sumber penghasilan untuk kelangsungan hidup secara ekonomis dan menentukan status sosial dalam masyarakat (Flippo, 1994).
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa atas kerja mereka (Handoko, 1995). Sementara itu menurut Siswanto yang dikutip oleh Tjahjono (1996), kompensasi adalah imbalan jasa yang diberikan oleh organisasi/perusahaan kepada karyawan yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi kemajuan dan kontinuitas perusahaan dalam rangka mencapai tujuannya. Menurut Mathis dan Jackson (2002) kompensasi/imbalan dapat berbentuk intrinsik/internal seperti pujian, termasuk dampak psikologis dari pemberian kompensasi, dan ekstrinsik/eksternal yang bersifat terukur, dapat berbentuk moneter maupun nonmoneter.
Menurut Dessler (1997), kompensasi merupakan segala bentuk penggajian atau imbalan yang mengalir kepada karyawan. Kompensasi ini mencakup tiga komponen yaitu: (a) direct financial payment, seperti gaji, upah, insentif, bonus, dan komisi; (b) indirect payment, yaitu dalam bentuk tunjangan-tunjangan misalnya asuransi kesehatan, tunjangan keluarga, cuti kerja, program rekreasi, pensiun, koperasi simpan pinjam, transport dan sebagainya; dan (c) imbalan nonfinansial, yaitu hal-hal yang sulit untuk dikuantifikasi seperti jam kerja yang lebih fleksibel, tugas atau pekerjaan yang menantang, dan fasilitas kantor yang bergengsi. Kompensasi menurut Hasibuan (1994) adalah semua pendapatan yang berbentuk uang atau barang langsung maupun tidak langsung yang diterima oleh karyawan sebagai imbalan atas jasa mereka yang diberikan kepada organisasi.
Sementara itu Mathis dan Jackson (2002) membagi jenis-jenis kompensasi menjadi dua yaitu kompensasi langsung/direct compensation dan kompensasi tidak langsung/indirect compensation. Kompensasi langsung terdiri dari gaji pokok atau upah dan gaji variabel seperti bonus, insentif, dan program kepemilikan saham oleh karyawan/employee stock ownership plan. Sedangkan kompensasi tidak langsung berbentuk tunjangan-tunjangan seperti program pensiun, program rekreasi, tunjangan keluarga, asuransi kesehatan, keamanan kerja, cuti kerja dan sebagainya.
Kompensasi langsung
Kompensasi langsung terdiri dari gaji pokok dan gaji variabel. Gaji pokok terdiri atas gaji dan upah, sedangkan gaji variabel meliputi insentif individu, insentif kelompok, dan insentif organisasi. Gaji adalah bayaran yang konsisten dari waktu ke waktu tanpa memandang jumlah jam kerja. Gaji biasanya diberikan setiap bulan kepada karyawan secara konsisten. Gaji merupakan uang yang dibayarkan secara bulanan kepada para karyawan atas jasa-jasa mereka kepada organisasi (Mangkunegara, 2000). Sedangkan upah adalah bayaran yang diberikan kepada karyawan berdasarkan atas jam kerja mereka. Upah dapat diberikan secara harian berdasarkan jumlah jam kerja karyawan. Gaji variabel adalah kompensasi yang dikaitkan dengan kinerja individu, kelompok, atau organisasi. Gaji variabel ini dulu dikenal dengan insentif, sehingga ada insentif individu, insentif kelompok, dan insentif organisasi.
Insentif individu merupakan jenis kompensasi yang diberikan berdasarkan kinerja individu sesuai yang ditentukan oleh organisasi. Pemberian insentif individu secara umum dapat berupa sistem tingkatan, komisi, dan bonus. Insentif untuk karyawan operasional bisa ditentukan berdasarkan unit keluaran/piece rates dan berdasarkan waktu/times bonuses. Pada umumnya insentif untuk karyawan operasional ditentukan berdasarkan unit keluaran langsung/straight piece work, waktu yang dihemat/Halsey plan, Rowan plan, dan the gantt task and bonus plan. Sedangkan insentif untuk manager dapat berbentuk cash bonuses, stock options, phantom stock plans, hak atas kenaikan harga saham/stock appreciation dan bonus berdasarkan prastasi.
Insentif kelompok/team berada diantara program insentif individu dan organisasi. Sasaran kinerja berdasarkan apa yang akan dilaksanakan oleh team, dan menghubungkan antara tujuan individu dengan tujuan team. Ada berbagai pertimbangan mengapa banyak perusahaan yang menerapkan insentif kelompok: (1) untuk meningkatkan produktivitas; (2) mengkaitkan antara kinerja dengan pendapatan kelompok; (3) meningkatkan kualitas; (4) membantu merekrut dan mempertahankan karyawan yang sudah ada di perusahaan; dan (5) meningkatkan semangat kerja karyawan. Kategori dari insentif kelompok yaitu group piece rate, production sharing plans, profit sharing plans, dan employee stock ownership.
Sementara itu insentif organisasi diberikan kepada semua anggota organisasi. Biasanya bentuk insentif ini berupa bagi hasil/gain sharing, pembagian keuntungan/profit sharing, dan kepemilikan saham perusahaan. Program ini bertujuan untuk mengurangi persaingan antar individu dan kelompok/team serta untuk meningkatkan kerjasama diantara anggota organisasi, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik yang pada gilirannya akan menuju pada kinerja finansial yang baik pula.
Pemberian insentif kepada manager dan karyawan merupakan strategi yang dianggap efektif oleh sebagian besar organisasi untuk meningkatkan kinerja mereka. Pemberian insentif berdasarkan teori hirarki kebutuhan dari Maslow merupakan kebutuhan untuk dihargai/esteem needs. Berdasarkan jenisnya insentif dapat dibedakan menjadi dua yaitu insentif jangka pendek dan insentif jangka panjang. Insentif jangka pendek misalnya cash bonus, profit sharing, dan gain sharing, sedangkan insentif jangka panjang biasanya dikaitkan dengan nilai atau harga saham perusahaan di pasar modal (Tjahjono, 1996).
Kompensasi Tidak Langsung
Tujuan kompensasi tidak langsung/indirect compensation antara lain untuk menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan produktivitas. Kompensasi tidak langsung biasanya berbentuk tunjangan-tunjangan. Tunjangan antara lain bertujuan untuk menarik calon karyawan agar bergabung ke dalam organisasi dan mempertahankan karyawan agar tetap bekerja di organisasi. Tujuan pemberian tunjangan juga untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, melindungi karyawan dan ketergantungan mereka dari risiko keuangan yang berhubungan dengan sakit cacat dan pengangguran. Jenis-jenis tunjangan antara lain tunjangan keamanan, tunjangan pensiun, jaminan sosial, tunjangan kesehatan, tunjangan keluarga, waktu tidak bekerja, sosial dan rekreasi, serta tunjangan finansial/asuransi lainnya (Mathis & Jackson, 2002)
Sementara itu Handoko (1995) membagi program benefits/tunjangan karyawan menjadi empat, yaitu:
1. Pembayaran untuk waktu tidak bekerja/time off benefits. Bentuk tunjangan ini antara lain waktu istirahat/makan/ganti pakaian, hari-hari sakit tidak bekerja, hamil, kecelakaan, wajib militer, sakit yang berkepanjangan, menghadiri upacara pemakamam, hari-hari libur dan cuti.
2. Perlindungan ekonomis terhadap bahaya. Bentuk program pelayanan yang paling umum adalah asuransi, misalnya JHT/jaminan hari tua, pembentukan koperasi simpan pinjam/kredit, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, dan asuransi jiwa.
3. Program-program pelayanan karyawan. Program pelayanan ini meliputi program rekreasi dan olah raga, kafetaria, perumahan, toko perusahaan, konsultasi keuangan, fasilitas kendaraan/mobil perusahaan, dan bea siswa pendidikan bagi anak-anak karyawan, serta studi lanjut karyawan.
4. Pembayaran kompensasi yang disyaratkan secara legal. Dalam rangka memenuhi peraturan pemerintah, perusahaan diwajibkan untuk memberikan tunjangan kesehatan, pemberian uang pesangon, kecelakaaan kerja dan sebagainya.
Setiap organisasi perlu memandang keputusan kompensasi secara strategis. Program kompensasi sebaiknya dikaitkan dengan tujuan dan strategi organisasi. Keputusan kompensasi memiliki beberapa tujuan, antara lain (Dessler, 1997; Flippo, 1994; Madura, 2001; Schuler dan Jackson, 1996; Handoko, 1995):
1. Menarik orang yang berkualifikasi agar bergabung dengan organisasi. Program kompensasi diharapkan dapat menarik calon karyawan yang memiliki kualifikasi, bersedia untuk bergabung dengan organisasi. Seseorang yang memiliki kualitas/competence tinggi biasanya akan membandingkan kompensasi diantara organisasi. Oleh sebab itu orgnaisasi perlu menawarkan kompensasi yang tinggi untuk memikat karyawan yang berkompeten tersebut.
2. Mempertahankan karyawan agar tetap di organisasi. Kompensasi seringkali menjadi sumber ketidakpuasan atau ketidakadilan karyawan, sehingga mereka berniat untuk meninggalkan organisasi/keluar. Untuk itu organisasi sebaiknya dapat mendesain sistem kompensasi yang mampu memberikan kepuasan kerja, memberikan rasa keadilan, dan dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak, sehingga karyawan bersedia untuk tetap bekerja di dalam organisasi.
3. Meraih keunggulan kompetitif. Sistem kompensasi sebaiknya dirancang cukup kompetitif. Sistem kompensasi perlu dikaitkan dengan strategi bisnis dan tujuan organisasi.
4. Meningkatkan produktivitas. Kompensasi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Salah bentuk kompensasi yang didesain untuk meningkatkan produktivitas tersebut adalah gaji variabel/insentif. Gaji variabel ini biasanya diberikan kepada karyawan yang memiliki kinerja diatas standar atau target yamg ditentukan. Beberapa perusahaan atau organisasi memberikan saham kepada karyawannya yang memiliki produktivitas tinggi.
5. Mematuhi peraturan/hukum. Penentuan kompensasi juga bertujuan untuk memenuhi peraturan atau hukum yang berlaku. Strategi kompensasi sebaiknya tidak bertentangan dengan peraturan/hukum yang ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penentuan kompensasi antara lain upah minimum, upah lembur, dan tunjangan-tunjangan.
6. Tujuan strategik. Kompensasi diharapkan dapat menciptakan budaya kerja yang kondusif, dapat memikat calon karyawan yang berkompentensi, dan kompetitif, yang pada gilirannya tujuan organisasi seperti meningkatkan pertumbuhan, survival, dan inovasi akan dapat tercapai.
7. Mengokohkan dan menentukan struktur organisasi. Program kompensasi yang efektif dapat membantu menentukan struktur organisasi, hirarki statusnya, dan tingkat dimana anggota organisasi dapat berinteraksi dan mempengaruhi.
Keputusan kompensasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, sehingga organisasi perlu mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam mendesain program kompensasinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan kompensasi antara lain (Handoko, 1995; Flippo, 1994):
a. Penawaran dan permintaan tenaga kerja. Permintaan dan penawaran tenaga kerja atau dapat mempengaruhi penentuan kompensasi. Hukum permintaan dan penawaran akan berlaku dan akan menghasilkan tingkat kompensasi yang sedang berlaku. Beberapa jenis pekerjaan yang kesulitan mendapatkan tenaga kerja/karyawan, kemungkinan akan menawarkan tingkat kompensasi yang lebih tinggi. Sebaliknya jika permintaan tenaga kerja menurun sehingga banyak pengangguran, kemungkinan tingkat kompensasi juga menurun.
b. Serikat pekerja. Dalam konteks hubungan industrial, serikat pekerja seringkali ikut mempengaruhi penentuan tingkat kompensasi. Para karyawan yang tergabung dalam serikat pekerja, kadang-kadang melakukan unjuk rasa atau pemogokan untuk menuntut perbaikan kompensasi. Lemah kuatnya posisi serikat pekerja akan berpengaruh pada penentuan tingkat kompensasi.
c. Produktivitas. Pengaruh produktivitas perekonomian secara umum perlu diperhatikan dalam penentuan kompensasi. Apabila tingkat produktivitas meningkat maka tingkat kompensasi cenderung akan meningkat pula dan sebaliknya. Produktivitas dapat digunakan sebagai solusi untuk memecahkan masalah penentuan kompensasi. Krisis ekonomi atau inflasi yang berdampak pada produktivitas, juga menjadi pertimbangan dalam penentuan kompensasi.
d. Kesediaan dan kemampuan organisasi untuk membayar. Kemampuan untuk membayar kompensasi tergantung dari laba atau pendapatan organisasi/perusahaan. Penerapan upah minimum di Indonesia seringkali menimbulkan masalah karena ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi aturan tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya produktivitas, laba atau pendapatan perusahaan akibat krisis ekonomi atau situasi ekonomi makro yang masih lesu. Akibatnya banyak perusahaan yang menunda untuk menerapkan upah minimum tersebut karena ketidakmampuan mereka membayar, meskipun sebenarnya mereka ingin memenuhi aturan tersebut. Oleh sebab itu penentuan besarnya kompensasi jangan sampai di luar kemampuan organisasi/perusahaan.
e. Kebijakan pengupahan dan penggajian. Setiap organisasi biasanya memiliki sendiri kebijakan kompensasi mereka, misalnya kebijakan mengenai kenaikan gaji, pemberian bonus, insentif, pemberian tunjangan-tunjangan dan sebagainya. Bahkan beberapa perusahaan menetapkan kenaikan kompensasi secara otomatis apabila indeks biaya hidup juga naik.
f. Peraturan-peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah seperti upah minimum (UMR/UMP/UMK), tenaga kerja anak-anak, upah lembur, pajak, dan tunjangan-tunjangan juga mempengaruhi penentuan kompensasi. Tujuan pemerintah mengeluarkan berbagai bentuk peraturan tersebut antara lain untuk melindungi tenaga kerja agar mendapatkan perlindungan dan haknya secara proporsional. Semua organisasi diwajibkan untuk mentaati segala bentuk peraturan pemerintah, sehingga penentuan kompensasi sebaiknya mencerminkan kepatuhan pada berbagai peraturan tersebut.
Menurut Schuler & Jackson (1996), desain/penentuan kompensasi dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal: (1) peran lingkungan internal, yang terdiri dari daur hidup organisasi, budaya organisasi, keragaman budaya tenaga kerja, dan strategi organisasi; dan (2) peran lingkungan eksternal, yang terdiri dari 3 kekuatan yang mempengaruhi desain kompensasi yaitu pasar tenaga kerja, pertimbangan hukum/Undang-undang, dan serikat pekerja.
Keadilan merupakan salah satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kompensasi, baik keadilan internal maupun eksternal. Proses kompensasi merupakan langkah-langkah untuk menentukan program kompensasi yang dapat memenuhi syarat keadilan dan kelayakan. Untuk menjamin adanya keadilan internal dan eksternal ada lima langkah yang perlu dilakukan dalam penentuan kompensasi yaitu (Dessler, 1997): (1) melakukan evaluasi pekerjaan/job evaluation untuk menjamin adanya keadilan internal; (2) melaksanakan survei gaji/upah; (3) mengelompokkan pekerjaan yang sama kedalam tingkat gaji/upah; (4) menetapkan harga tiap kelas gaji/upah dengan menggunakan garis gaji/upah; dan (5) menyesuaikan tingkat gaji/upah.
Evaluasi Pekerjaan
Evaluasi pekerjaan/job evaluation memberikan dasar yang sistematis dalam menentukan nilai relatif terhadap suatu pekerjaan. Langkah pertama sebelum evaluasi pekerjaan adalah analisis pekerjaan/job analysis. Analisis pekerjaan adalah proses penggambaran dan pencatatan informasi mengenai perilaku dan kegiatan suatu pekerjaan. Informasi yang dicatat meliputi tujuan suatu pekerjaan, kewajiban atau kegiatan utama pekerja, dan syarat-syarat dilakukannya pekerjaan tersebut. Analisis pekerjaan ini mempelajari jalannya pekerjaan, konteks, dan output suatu pekerjaan. Hasil analisis pekerjaan adalah deskripsi pekerjaan/job description dan spesifikasi pekerjaan/job specification (Mathis & Jackson, 2002; Schuler & Jackson, 1996).
Deskripsi pekerjaan adalah suatu pernyataan tertulis yang menguraikan fungsi, tugas-tugas, tanggungjawab, wewenang, kondisi kerja dan aspek-aspek pekerjaan tertentu lainnya (profil suatu pekerjaan). Deskripsi pekerjaan menguraikan tugas dan tanggungjawab suatu pekerjaan/aktivitas yang haru dilakukan. Sedangkan spesifikasi pekerjaan adalah uraian yang berisi tentang pengetahuan/knowledge, keterampilan/skills, kemampuan/abilities, pendidikan, pengalaman, persyaratan fisik, dan mental dari seseorang yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan dengan memuaskan. Jadi spesifikasi pekerjaan menjelaskan kualifikasi yang dibutuhkan atau persyaratan minimal yang diperlukan oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. (Handoko, 1995; Schuler & Jackson, 1996).
Sementara itu evaluasi pekerjaan/job evaluation adalah berbagai prosedur/penilaian yang sistematik dan rasional untuk menentukan nilai relatif suatu pekerjaan. Sasaran langsung dari evaluasi pekerjaan adalah untuk mendapatkan konsistensi internal dan eksternal dalam penentuan gaji dan upah. Konsistensi internal berkaitan dengan konsep gaji/upah relatif dalam suatu perusahaan, sedangkan konsistensi eksternal berkaitan dengan tingkat relatif struktur penggajian suatu organisasi yang diinginkan dibandingkan dengan dengan struktur yang ada di masyarakat, industri atau negara (Handoko, 1995; Flippo, 1994; Schuler & Jackson, 1996).
Evaluasi pekerjaan memberikan dasar sistematis untuk menetapkan nilai relatif dari suatu pekerjaan (keadilan internal). Dalam evaluasi pekerjaan setiap pekerjaan yang diteliti kemudian akan diberi harga berdasarkan: (a) kepentingan relatif dari suatu pekerjaan; (b) pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut; dan (c) tingkat kesulitan yang dihadapi dari suatu pekerjaan (Mathis & Jackson, 2002). Salah satu tujuan evaluasi pekerjaan adalah untuk menentukan pekerjaan mana yang harus dibayar lebih tinggi daripada pekerjaan lainnya (Handoko, 1995).
Karena evaluasi pekerjaan bersifat subjektif, maka organisasi sebaiknya menggunakan tenaga yang ahli di bidang tersebut dan mempertimbangkan berbagai metode yang tepat. Menurut Handoko (1995) metode-metode dalam evaluasi pekerjaan dapat digolongkan menjadi dua yaitu metode nonkuantitatif dan metode kuantitatif. Metode nonkuantitatif terdiri dari job ranking/simple ranking dan job grading/job classification, sedangkan metode kuantitatif meliputi metode perbandingan faktor/Factor comparison dan point system.
Survei Gaji
Selain dengan evaluasi pekerjaan, dalam penentuan kompensasi setiap organisasi juga perlu untuk melakukan survei gaji atau upah. Survei gaji/upah merupakan suatu proses untuk menjamin adanya keadilan eksternal, dengan membangun struktur gaji/upah yang kompetitif. Survei gaji adalah kumpulan data tentang tingkat kompensasi untuk para karyawan yang mengerjakan pekerjaan yang sama pada organisasi yang lain (Mathis & Jackson, 2002). Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin pesat, survei gaji dapat dilakukan dengan menggunakan internet. Penggunaan internet memungkinkan organisasi untuk mendapatkan data survei gaji dari berbagai sumber baik organisasi pemerintah maupun organisasi bisnis di beberapa negara.
Banyak perusahaan yang tergantung pada hasil survei yang diterbitkan oleh berbagai perusahaan komersial, perhimpunan profesional, dan badan pemerintah. Misalnya Biro Statistik Tenaga Kerja setiap tahun melakukan 3 jenis survei: (1) survei upah wilayah; (2) survei upah industri; dan (3) survei upah profesional, administrasi, tenaga teknis, dan juru tulis/clerical (Dessler, 1997).
Tujuan survei gaji/upah antara lain untuk mencapai keadilan eksternal. Untuk mencapai keadilan ekternal dibutuhkan: (a) survei upah berdasarkan pasar eksternal; (b) menentukan kebijakan kompensasi; dan (c) mengembangkan struktur tingkat kompensasi (Schuler & Jackson, 1996). Sebagian besar organisasi menggunakan data survei ini untuk membantu menentukan kompensasi dalam organisasi mereka (Flippo, 1994).
KEPUASAN KERJA
Kepuasan kerja memiliki efek kepada kehidupan organisasi. Kepuasan kerja/job satisfaction adalah sikap/attitudes positif atau negatif yang dimiliki seorang karyawan terhadap pekerjaannya. Sikap ini merupakan hasil persepsi karyawan terhadap pekerjaannya (Greenberg dan Baron, 2000; Ivancevich dan Matteson, 2002). Seorang karyawan yang memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya, sedangkan karyawan yang memiliki tingkat kepuasan kerja rendah menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja menunjukkan suatu sikap bukan perilaku (Robbins, 1996).
Menurut Handoko (1995), kepuasan kerja adalah keadaan emosional baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan dimana karyawan memandang pekerjaan mereka. Mathis dan Jackson (2001) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan akan muncul ketika harapan-harapan mereka tidak terpenuhi. Sedangkan menurut As’ad (2000) kepuasan kerja adalah perasaan seorang karyawan terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan hasil interaksi antara karyawan dengan tempat kerja mereka. Setiap individu akan memiliki tingkat keupasan kerja yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang dianut pada dirinya.
Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau emosi positif sebagai hasil persepsi pengalaman selama masa kerja seseorang. Kepuasan kerja berkaitan dengan kondisi masa lalu, bukan masa yang akan datang. Berdasarkan definisi ini ada tiga aspek yang berkaitan dengan kepuasan kerja: (a) kepuasan kerja merupakan fungsi dari nilai-nilai/values apa yang diinginkan individu secara sadar atau tidak untuk diraih; (b) masing-masing karyawan memiliki pandangan yang berbeda tentang nilai mana yang penting dalam menentukan bentuk dan kepuasan kerja; dan (c) persepsi seseorang mengenai keadaan sekarang berhubungan dengan nilai-nilai yang berarti bagi individu. Persepsi seorang karyawan belum tentu merupakan refleksi konkrit yang lengkap mengenai suatu pekerjaan dan masing-masing individu bisa memiliki persepsi yang berbeda terhadap situasi yang sama (Rivai, 2001).
Kepuasan kerja dapat dijelaskan dengan teori motivasi. Teori motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu teori kepuasan/content theory dan teori proses/process theory. Teori kepuasan fokus pada faktor-faktor dalam diri individu yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan perilakunya, sedangkan teori proses menjelaskan dan menganalisis bagaimana perilaku didorong, diarahkan, dipertahankan, dan dihentikan. Sedangkan teori proses menjelaskan dan menganalisis bagaimana perilaku didorong, diarahkan, dipertahankan, dan dihentikan (Gibson, Ivancevich dan Donnelly, 1996). Teori-teori tentang kepuasan kerja antara lain teori discrepancy, teori equity, dan two factor theory.
PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA
As’ad, Moh. (2000), Psikologi Industri: Seri Ilmu Sumberdaya Manusia, Edisi 4, Yogyakarta: Liberty
Dessler, Gary (1997), Manajemen Personalia, Edisi 3, Terjemahan, Jakarta: Erlangga
Flippo, Edwin B. (1994), Manajemen Personalia, Edisi Keenam, Jilid 2, Terjemahan, Jakarta: Erlangga
Gibson, Ivencevich, & Donnelly (1996), Organisasi, Edisi Kedelapan, Jilid I, Terjemahan, Jakarta: Binarupa Aksara
Greenberg, Jerald & Baron, Robert A. (2000), Behavior in Organizations: Understanding and Managing the Human Side of Work, 8th ed., Singapore: Prentice-Hall International, Inc.
Handoko, Hani T. (1995), Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Edisi 2, Yogyakarta: BPFE
Hasibuan, Malayu S.P. (1994), Manajemen Sumberdaya Manusia: Dasar dan Kunci Keberhasilan, Jakarta: CV. Haji Masagung
Ivancevich, John M. & Matteson, Michael T. (2002), Organizational Behavior and Management, 6th ed., New York: McGraw-Hill
Lantum, Alex Kahu, (1996), “Pengembangan Sumberdaya Manusia Dalam Peningkatan Produktivitas”, Kajian Bisnis, STIE Widya Wiwaha, Yogyakarta
Madura, Jeff (2001), Pengantar Bisnis, Buku 2, Terjemahan, Jakarta: Salemba Empat
Mannulang, M. (1985), Manajemen Sumberdaya Manusia, Yogyakarta: Andi
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu (2000), Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan, Remaja Rosdakarya, Bandung
Mathis, Robert L. & Jackson, John H. (2001), Manajemen Sumberdaya Manusia, Buku I, Terjemahan, Jakarta: Salemba Empat
Rivai, Harif Amali (2001), “Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional terhadap Intensi Keluar,” Tesis, Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM
Robbins, Stepen P. (1996), Perilaku Organisasi: Konsep-Kontroversi-Aplikasi, Jilid I, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Prenhallindo
Siagian, Sondang P. (1997), Manajemen Sumberdaya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara
Tjahjono, Achmad (1996), “Kompensasi Insentif Sebagai Alat Untuk Memotivasi Anggota Organisasi Dalam Upaya Mencapai Tujuan Organisasi”, Kajian Bisnis, No. 8, Halaman 34-41, Yogyakarta: STIE Widya Wiwaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.